Anak Santriwati Korban Pemerkosaan di Bandung Dijadikan Pelaku Sebagai Alat Cari Duit
Murianews
Kamis, 9 Desember 2021 10:08:31
[caption id="attachment_221523" align="alignleft" width="653"]

Ilustrasi pemerkosaan[/caption]
MURIANEWS, Bandung - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Livia Istana mengatakan anak-anak yang dilahirkan santriwati korban pemerkosaan guru pesantren di Bandung dijadikan alat cari duit.
Fakta itu terungkap dalam persidangan yang digelar beberapa waktu lalu.
"Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak," ujar Livia dikutip dari
Detikcom, Kamis (9/12/2021).
Melihat fakta itu LPSK RI mendorong Polda Jabar mengungkapkan dugaan eksploitasi ekonomi serta kejelasan aliran uang dari sumbangan yang dilakukan pelaku, HW (36) yang juga pimpinan sekaligus guru pesantren di Bandung.
Livia mengungkapkan, dana Program Indonesia Pintar (PIP) milik korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas.
Tak berhenti di sana, para korban juga dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru.
Baca juga: Biadab! Guru Perkosa 14 Santri Pesantren BandungSeiring dengan penanganan kasus ini, LPSK saat ini melindungi 29 orang terdiri dari pelapor, saksi dan korban saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak, dengan terdakwa HW yang digelar di PN Kota Bandung dari tanggal 17 November - 7 Desember 2021.
"Dari 12 orang anak di bawah umur, 7 di antaranya telah melahirkan anak pelaku," tutur Livia.
Serangkaian giat perlindungan, mulai dari penjemputan, pendampingan dalam persidangan, akomodasi penginapan dan konsumsi serta pemulang telah diberikan untuk memastikan para saksi dalam keadaan aman, tenang dan nyaman saat memberikan keterangan agar dapat membantu Majelis Hakim dalam membuat terang perkara.Para saksi dan korban yang masih belum cukup umur didampingi orang tua dan walinya. LPSK juga membantu rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitas Penghitungan Restitusi yang berkasnya siap disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Jabar dan Pengadilan Negeri Bandung."LPSK juga memberikan bantuan layanan medis saat salah satu saksi korban menjalani proses persalinan di RS," kata Livia.Sekadar diketahui, para korban selama ini ditempatkan dalam sebuah rumah yang dijadikan asrama ponpes yang dikelola pelaku. Pelaku kemudian membujuk rayu anak didiknya hingga menjanjikan korban akan disekolahkan hingga tingkat universitas.LPSK juga mengapresiasi langkah sinergi dari DP3AKB dan UPTD PPA Provinsi Jabar yang telah melakukan pendampingan awal dan melaporkan kepada LPSK RI. Kemudian Polda Jabar yang bergerak cepat melakukan penangkapan pelaku serta Kejati Jabar yang fokus dalam pengungkapan kasus ini.Sebelumnya diberitakan, Aksi biadab dilakukan seorang guru salah satu pesantren di Bandung. Ia memperkosa 14 santriwati. Bahkan, empat diantaranya telah melahirkan.Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Kejaksaan Negeri Bandung Agus Muljoko, aksi biadab pelaku dilakukan dalam rentang waktu 2016-2021.“Bahwa terdakwa sebagai pendidik/guru pesantren antara sekitar tahun 2016 telah melakukan perbuatan asusila terhadap anak korban santriwati,” ucap Jaksa dalam petikan dakwaan itu, Rabu (8/12/2021). Penulis: Zulkifli FahmiEditor: Zulkifli FahmiSumber: Detikcom
[caption id="attachment_221523" align="alignleft" width="653"]

Ilustrasi pemerkosaan[/caption]
MURIANEWS, Bandung - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Livia Istana mengatakan anak-anak yang dilahirkan santriwati korban pemerkosaan guru pesantren di Bandung dijadikan alat cari duit.
Fakta itu terungkap dalam persidangan yang digelar beberapa waktu lalu.
"Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak," ujar Livia dikutip dari
Detikcom, Kamis (9/12/2021).
Melihat fakta itu LPSK RI mendorong Polda Jabar mengungkapkan dugaan eksploitasi ekonomi serta kejelasan aliran uang dari sumbangan yang dilakukan pelaku, HW (36) yang juga pimpinan sekaligus guru pesantren di Bandung.
Livia mengungkapkan, dana Program Indonesia Pintar (PIP) milik korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas.
Tak berhenti di sana, para korban juga dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru.
Baca juga: Biadab! Guru Perkosa 14 Santri Pesantren Bandung
Seiring dengan penanganan kasus ini, LPSK saat ini melindungi 29 orang terdiri dari pelapor, saksi dan korban saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak, dengan terdakwa HW yang digelar di PN Kota Bandung dari tanggal 17 November - 7 Desember 2021.
"Dari 12 orang anak di bawah umur, 7 di antaranya telah melahirkan anak pelaku," tutur Livia.
Serangkaian giat perlindungan, mulai dari penjemputan, pendampingan dalam persidangan, akomodasi penginapan dan konsumsi serta pemulang telah diberikan untuk memastikan para saksi dalam keadaan aman, tenang dan nyaman saat memberikan keterangan agar dapat membantu Majelis Hakim dalam membuat terang perkara.
Para saksi dan korban yang masih belum cukup umur didampingi orang tua dan walinya. LPSK juga membantu rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitas Penghitungan Restitusi yang berkasnya siap disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Jabar dan Pengadilan Negeri Bandung.
"LPSK juga memberikan bantuan layanan medis saat salah satu saksi korban menjalani proses persalinan di RS," kata Livia.
Sekadar diketahui, para korban selama ini ditempatkan dalam sebuah rumah yang dijadikan asrama ponpes yang dikelola pelaku. Pelaku kemudian membujuk rayu anak didiknya hingga menjanjikan korban akan disekolahkan hingga tingkat universitas.
LPSK juga mengapresiasi langkah sinergi dari DP3AKB dan UPTD PPA Provinsi Jabar yang telah melakukan pendampingan awal dan melaporkan kepada LPSK RI. Kemudian Polda Jabar yang bergerak cepat melakukan penangkapan pelaku serta Kejati Jabar yang fokus dalam pengungkapan kasus ini.
Sebelumnya diberitakan, Aksi biadab dilakukan seorang guru salah satu pesantren di Bandung. Ia memperkosa 14 santriwati. Bahkan, empat diantaranya telah melahirkan.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Kejaksaan Negeri Bandung Agus Muljoko, aksi biadab pelaku dilakukan dalam rentang waktu 2016-2021.
“Bahwa terdakwa sebagai pendidik/guru pesantren antara sekitar tahun 2016 telah melakukan perbuatan asusila terhadap anak korban santriwati,” ucap Jaksa dalam petikan dakwaan itu, Rabu (8/12/2021).
Penulis: Zulkifli Fahmi
Editor: Zulkifli Fahmi
Sumber: Detikcom